Sebagai seorang pengajar, tentu saja Anda harus mengetahui metode-metode pembelajaran yang berlaku. Penggunaan metode yang tepat dapat mendukung perkembangan potensi peserta didik ke arah yang lebih baik. Salah satu metode yang saat ini digunakan adalah metode pembelajaran berbasis kompetensi.
Tapi, apa itu sistem belajar berbasis kompetensi? Bagaimana ciri-cirinya? Dan mengapa metode ini dapat diandalkan untuk perkembangan kompetensi peserta didik? Untuk mengetahui jawaban pertanyaan tersebut, Anda dapat menyimak artikel ini sampai akhir.
Table of Contents
Secara sederhana, pembelajaran berbasis kompetensi adalah sistem pembelajaran yang memiliki orientasi pencapaian kompetensi peserta didik. Sehingga, tolok ukur metode ini adalah peningkatan kompetensi peserta didik. Baik dari segi pemahaman terhadap pengetahuan, implementasi sikap, dan keterampilan.
Dalam sistem pembelajaran ini, tenaga pendidik perlu menentukan standar minimum kompetensi terlebih dahulu. Selain itu, tenaga pendidik juga perlu menyiapkan komponen materi pembelajaran berbasis kompetensi yang terdiri dari 3 komponen.
Komponen pertama adalah kompetensi yang akan dicapai. Komponen kedua adalah strategi penyampaian yang digunakan agar kompetensi yang diharapkan bisa tercapai. Dan komponen ketiga adalah sistem evaluasi atau penilaian untuk mengukur keberhasilan peserta didik dalam mencapai kompetensi yang diharapkan.
Ciri Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Seiring waktu, sistem pembelajaran yang diterapkan di Indonesia terus mengalami perkembangan. Akan tetapi, perubahan dari satu sistem ke sistem lain sering kali tidak terasa signifikan. Khususnya jika perbandingan yang dilakukan hanya berupa perbandingan hasil dalam jangka yang pendek.
Karena itu, penerapan sistem pembelajaran baru perlu dilengkapi dengan pemahaman tenaga pendidik mengenai sistem tersebut. Salah satunya dengan mengetahui ciri utama sistem pembelajaran baru dan tujuan dari perubahan sistem tersebut.
Untuk sistem berbasis kompetensi, ada beberapa ciri utama yang perlu diketahui oleh guru sebagai tenaga pengajar. Ciri pembelajaran berbasis kompetensi adalah sebagai berikut:
Dalam sistem berbasis kompetensi, proses pembelajaran lebih menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa. Sehingga, setiap metode dan cara pengajaran yang dilakukan harus dapat mendukung peningkatan kompetensi siswa. Baik secara individu maupun secara klasikal.
Selain itu, sistem pembelajaran berbasis kompetensi lebih berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman.
Di samping itu, pendekatan dan metode pembelajaran juga lebih bervariasi dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa di lapangan.
Sistem pembelajaran semacam ini juga memberikan kebebasan pada peserta didik untuk mendapatkan sumber belajar dari berbagai sumber. Sehingga, siswa diharapkan bisa lebih tertarik dan aktif dalam memahami materi yang diberikan.
Penilaian pencapaian kompetensi dalam sistem pembelajaran berbasis kompetensi bukan hanya menekankan pada hasil pembelajaran saja. Tapi juga dari proses dan upaya penguasaan kompetensi yang dilakukan peserta didik.
Sistem pendidikan berbasis kompetensi memahami bahwa setiap peserta didik memiliki potensi yang berbeda. Baik secara kemampuan, minat, atau bakat yang dimiliki. Hal tersebut tentu saja memberikan pengaruh terhadap kemampuan dan kecepatan siswa dalam memahami materi pelajaran.
Karena itu, pembelajaran yang dilakukan harus dapat memfasilitasi keberagaman siswa dengan baik. Di samping itu, setiap siswa diharapkan dapat mengeksplorasi materi secara mandiri. Sehingga, setiap siswa memiliki peluang yang sama untuk memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis kompetensi menurut para ahli terbagi menjadi 3 karakteristik utama, yaitu:
Penyusunan kurikulum berbasis kompetensi memuat sejumlah kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa. Dengan kata lain, penerapan kurikulum berbasis kompetensi diharapkan dapat membantu siswa memiliki sejumlah kemampuan dasar minimal sesuai yang ditetapkan oleh kurikulum.
Implementasi pembelajaran pada sistem pembelajaran berbasis kompetensi disusun dengan memperhatikan keberagaman setiap siswa sebagai individu. Sehingga, pembelajaran tidak hanya bertujuan agar siswa memahami materi pelajaran saja. Tapi juga mendukung pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Evaluasi dalam kurikulum berbasis kompetensi tidak hanya dilakukan dalam bentuk evaluasi hasil belajar saja. Tapi juga menilai proses belajar siswa, termasuk sikap dan pengetahuan siswa atas pelajaran yang diterima. Dalam kurikulum berbasis kompetensi, kedua hal ini dianggap sama penting.
Apa Tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi?
Secara umum, tujuan dari penerapan sistem pembelajaran berbasis kompetensi telah diatur dalam undang-undang. Tepatnya dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 3. Dalam Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter peserta didik.
Lebih jauh lagi, pendidikan diharapkan dapat menghasilkan bangsa yang cerdas dan bermartabat. Sehingga, setiap peserta didik dapat mengimplementasikan materi yang didapatkan dalam kehidupan sehari-hari. Baik dari sisi akademik maupun sikap dan karakter.
Dalam jangka panjang, sistem pendidikan diharapkan dapat mengembangkan potensi setiap peserta didik. Sehingga mampu tumbuh menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri. Selain itu, penerapan kurikulum ini diharapkan dapat membentuk siswa menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Apa Tujuan Pembelajaran dengan Belajar Berbasis Kompetensi?
Penerapan pembelajaran dengan basis kompetensi merupakan sebuah terobosan yang memberikan manfaat. Baik manfaat untuk guru, untuk siswa sebagai pelajar, atau pun untuk peserta didik secara umum. Berikut ini adalah beberapa manfaat pembelajaran berbasis kompetensi yang dapat dirasakan oleh berbagai pihak:
Sistem belajar berbasis kompetensi disusun untuk memudahkan guru dalam menyajikan materi ajar. Guru dapat lebih bereksplorasi dengan cara penyampaian materi yang dirasa lebih tepat dan sesuai. Tentu saja dengan tetap memerhatikan prinsip belajar sepanjang hayat.
Jika mengacu pada sistem pendidikan universal dari UNESCO, prinsip belajar sepanjang hayat ini terdiri dari empat pilar. Pilar pertama adalah learning to know atau belajar untuk mengetahui sesuatu. Kemudian, learning to do atau belajar untuk melakukan sesuatu. Selanjutnya, learning to be atau belajar untuk menjadi sesuatu. Dan yang terakhir, learning to live together atau belajar untuk membangun harmonisasi antar masyarakat.
Sistem pembelajaran ini tentu saja diharapkan mampu memberikan manfaat kepada siswa sebagai peserta didik. Salah satunya adalah untuk menghasilkan alumni yang kompeten dan cerdas. Bukan hanya secara akademik, tapi juga secara keterampilan dan pengalaman belajar.
Dengan begitu, para peserta didik dapat dikenal sebagai bagian dari budaya yang baik. Dan secara tidak langsung berperan dalam membangun identitas budaya dan bangsa yang baik.
Sistem pembelajaran berbasis kompetensi juga diharapkan dapat mendorong potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Dengan begitu, peserta didik dapat mengembangkan kecakapan hidup yang sesuai dengan dirinya dan kondisi lingkungannya.
Dengan memiliki kecakapan hidup yang baik, siswa diharapkan mampu menyelesaikan masalah atau menemukan solusi secara proaktif dan kreatif.
Penerapan kurikulum berbasis kompetensi juga memberikan keuntungan kepada sekolah. Salah satunya adalah fleksibilitas dalam pengembangan sistem pembelajaran. Jika diperlukan, sekolah juga dapat menerapkan prinsip pendidikan berbasis luar atau broad based education.
Dalam sistem pendidikan berbasis kompetensi, sekolah dapat memanfaatkan sumber daya yang ada dengan lebih optimal. Yaitu dengan memaksimalkan sumber daya yang ada di masyarakat sesuai dengan manajemen berbasis sekolah.
Selain pembelajaran berbasis kompetensi, dikenal juga pembelajaran berbasis kontekstual atau pembelajaran berbasis konten. Dalam sistem ini, peran guru adalah sebagai pengelola kelas. Sedangkan siswa dianggap sebagai bagian dari sebuah tim.
Dalam sistem pembelajaran ini, guru dan murid saling bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Sehingga, proses pembelajaran diharapkan dapat lebih menarik dan berkesan.
Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Berbasis Konten
Sistem berbasis kompetensi sendiri merupakan penyempurnaan dari sistem sebelumnya. Yakni sistem pembelajaran berbasis konten atau kontekstual. Dua tipe pembelajaran ini tentu saja memiliki beberapa perbedaan. Secara umum, ada 5 perbedaan mendasar antara tipe pembelajaran berbasis konten dengan pembelajaran berbasis kompetensi antara lain:
Dalam sistem pembelajaran berbasis konten, pembelajaran hanya terfokus pada materi pembelajaran saja. Siswa diharapkan mampu mengerti dan memahami materi yang disampaikan sesuai dengan alokasi waktu yang sudah ditetapkan.
Akan tetapi, dalam sistem berbasis kompetensi, fokus pembelajaran lebih terpusat pada kebutuhan. Sehingga materi yang disampaikan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan peserta didik.
Dalam sistem pembelajaran berbasis konten, siswa diharapkan bisa memahami cakupan materi dengan baik. Sedangkan dalam sistem pembelajaran berbasis kompetensi, tujuan pembelajaran tidak terbatas pada pemahaman konsep saja. Tapi juga mempertimbangkan aspek keterampilan.
Perbedaan fokus dan tujuan pembelajaran tentu saja berdampak pada bentuk evaluasi pembelajaran yang berbeda pula. Dalam penerapan sistem pembelajaran berbasis konten, evaluasi pembelajaran dilakukan melalui serangkaian tes dan pertanyaan yang mengacu pada topik atau materi pembelajaran.
Sedangkan pada sistem berbasis kompetensi, peserta didik diharapkan dapat melakukan penerapan konsep sesuai pemahamannya. Sehingga, bentuk evaluasi biasanya berupa kinerja peserta didik dalam melakukan implementasi konsep yang diajarkan.
Sistem pembelajaran berbasis kompetensi diharapkan dapat menjawab permasalahan yang belum terjawab pada sistem sebelumnya. Salah satunya adalah keterkaitan materi dengan kehidupan nyata. Pada sistem berbasis konten, sering kali materi pelajaran tidak terkait dengan kehidupan nyata siswa.
Sedangkan pada sistem berbasis kompetensi, materi yang ada disempurnakan dan disesuaikan dengan kebutuhan. Sehingga, siswa sebagai peserta didik dapat menemukan korelasi antara materi sekolah dengan kehidupannya di dunia nyata atau di luar kelas.
Hal paling mendasar yang membedakan sistem pembelajaran berbasis kompetensi dan kontekstual adalah orientasi pembelajaran yang dimilikinya. Sistem berbasis konten lebih menekankan pada kemampuan siswa memperoleh nilai akhir setinggi mungkin.
Sedangkan dalam sistem berbasis kompetensi, orientasi pendidikan lebih menekankan pada proses yang dialami siswa dan penguasaan atas materi. Sehingga, pengetahuan yang didapat melalui pembelajaran dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Sistem pembelajaran berbasis kompetensi bukanlah sistem pendidikan pertama yang diterapkan di Indonesia. Sebelumnya, sistem pendidikan di Indonesia sudah menjalankan berbagai kurikulum. Sebagai gambaran, berikut ini adalah sejarah singkat sistem pendidikan di Indonesia:
Kurikulum 1947 merupakan kurikulum pertama yang diterapkan sejak kemerdekaan Indonesia. Meski disebut sebagai kurikulum 1947 atau Rencana Pelajaran 1947, penerapan kurikulum ini di sekolah-sekolah baru dilaksanakan pada tahun 1950.
Pendidikan pada masa ini lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia. Fokus pembelajaran pun tidak terlalu menekankan pada pendidikan pikiran. Namun hanya berfokus pada pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat.
Kurikulum 1952 merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1947. Kurikulum ini juga disebut sebagai Rencana Pelajaran Terurai 1952. Dalam kurikulum ini, setiap pelajaran selalu dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, silabus mata pelajaran menunjukkan bahwa satu guru hanya mengajar satu mata pelajaran.
Kurikulum 1952 yang sudah berjalan kemudian disempurnakan menjadi Rencana Pendidikan 1964. Pada tahap ini, siswa Sekolah Dasar sudah mulai mendapatkan muatan pengetahuan akademik. Selain itu, kurikulum 1964 diterapkan dengan fokus program Pancawardhana yang terdiri dari pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keterampilan, dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan kurikulum pertama yang diterapkan pada era orde baru. Sehingga, keberadaan kurikulum ini cenderung bersifat politis. Tujuan dari kurikulum 1968 adalah membentuk manusia Pancasila sejati.
Secara muatan materi, materi pelajaran pada kurikulum ini cenderung bersifat teoritis. Sehingga, sering kali tidak berkaitan dengan permasalahan yang ada di lapangan. Isi pendidikan juga berfokus pada pengembangan kecerdasan siswa dan pengembangan fisik yang sehat dan kuat.
Kurikulum 1968 kemudian disempurnakan menjadi kurikulum 1975 yang berfokus pada pendidikan yang lebih efektif dan efisien. Dalam kurikulum 1975, istilah satuan pelajaran mulai dikenal. Sehingga, guru perlu menyiapkan metode, materi, dan tujuan pengajaran secara rinci.
Kurikulum 1984 disebut juga sebagai Kurikulum 1975 Disempurnakan. Dalam kurikulum ini, siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Pendekatan pembelajaran pun lebih mengutamakan pada pendekatan proses. Model pengajaran pada kurikulum ini disebut sebagai Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
Kurikulum 1994 lahir sebagai perpaduan antara kurikulum yang pernah ada sebelumnya. Khususnya kurikulum 1975 dan 1984. Akan tetapi, kurikulum ini dianggap terlalu memberatkan siswa.
Dalam kurikulum ini, siswa mendapatkan pelajaran muatan nasional dan muatan lokal. Termasuk bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.
Kurikulum 2004 disebut juga sebagai kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Karena itu, sistem pembelajaran yang digunakan merupakan sistem pembelajaran berbasis kompetensi. Yaitu sistem yang menekankan ketercapaian kompetensi siswa secara individu maupun klasikal.
Sekilas, kurikulum 2006 memiliki banyak kemiripan dengan kurikulum 2004. Hanya saja, standar kompetensi dan kompetensi dasar ditentukan oleh pemerintah pusat. Sedangkan silabus dan penilaian dapat dikembangkan sendiri oleh guru sesuai kondisi sekolah dan daerahnya.
Kurikulum 2006 ini sering disebut juga sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Setelah itu, kurikulum KTSP digantikan oleh kurikulum 2013. Kurikulum ini menilai tiga aspek pembelajaran siswa. Yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, serta aspek sikap dan perilaku. Hingga saat ini, kurikulum 2013 masih diterapkan di berbagai sekolah di Indonesia.
Nah, itulah beberapa hal mengenai sistem pembelajaran berbasis kompetensi yang perlu Anda tahu. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai sistem pembelajaran ini, Anda juga dapat mengunduh dan mempelajari file pembelajaran berbasis kompetensi PDF (file https://repositori.kemdikbud.go.id/9209/ atau http://repositori.kemdikbud.go.id/9209/1/Kurikulum%20Berbasis%20Kompetensi%20Juni%202002.pdf yang akan diupload pada website pijar) atau jurnal lainnya. Sehingga, Anda bisa mendapatkan pemahaman yang lebih menyeluruh terkait sistem pembelajaran ini. Khususnya jika dibandingkan dengan sistem pembelajaran lain yang pernah diterapkan di Indonesia.
Capaian pembelajaran atau learning achievements merupakan tujuan akhir yang diharapkan dari proses pembelajaran. Di era…
Pada dasarnya setiap jenis kurikulum memiliki prinsipnya masing-masing. Karena prinsip ini bisa digunakan kepala sekolah,…
Guru ingin tahu cara mengajarkan siswa menghargai perbedaan di sekolah? Kalau iya, yuk simak caranya…
Guru ingin mulai menerapkan kurikulum adaptif? Kalau iya, yuk simak informasinya di bawah ini. Dilansir…
Keberagaman di sekolah merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa dihindari di era globalisasi ini. Dengan…
Pendidikan inklusif adalah konsep pendidikan yang mengutamakan keadilan dalam pendidikan dengan menempatkan peserta didik dengan…